Cegah Komplikasi Gangguan Muskuloskeletal Dengan Balut Bidai Melalui Posyandu Remaja Parikesit
DOI:
https://doi.org/10.30989/jice.v4i2.731Keywords:
Posyandu Remaja, Fraktur, Kader RemajaAbstract
ABSTRAK Fraktur merupakan terputusnya kontuinitas tulang yang dapat menimbulkan gejala yang umum seperti nyeri atau rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk tubuh. Fraktur atau patah tulang harus ditangani dengan cepat, tepat dan harus sesuai dengan prosedur pelaksanaan. Menurut WHO 70% kecelakaan lalu lintas dialami oleh pelajar atau remaja. Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional melaporkan bahwa kasus fraktur pada tahun 2017 secara Nasional mengalami peningkatan sebesar 27,7%. Kecelakaan pada sistem musculoskeletal harus ditangani dengan cepat dan tepat. Apabila tidak dilakukan akan menimbulkan cidera yang semakin parah dan dapat memicu terjadinya perdarahan. Dampak lain yang terjadi dapat mengakibatkan kelainan bentuk tulang, kecacatan dan sampai kematian. Untuk mencegah terjadinya cidera pada sistem muskuloskeletal dibutuhkan pertolongan balut bidai. Balut bidai merupakan tindakan memfiksasi atau mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami cidera yang menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fiksator. Pertolongan balut bidai dapat dilakukan oleh semua orang awam yang terlatih. Salah satu orang awam yang terlatih disekolah yaitu siswa yang telah mendapatkan pendidikan dasar kegawatdaruratan melalui kegiatan ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR), dan seharusnya pendidikan dasar kegawatdaruratan tidak hanya diberikan kepada anggota PMR tetapi juga semua siswa disekolah atau remaja di lingkungan desa. Pengabdian masyarakat yang dilakukan di Kelurahan Tamanmartani ini diikuti oleh 21 kader remaja Parikesit. Metode yang digunakan dengan pemberian materi secara online pada hari pertama dan praktik secara langsung di hari kedua. Pengetahuan kader remaja sebelum dan setelah edukasi pembalutan dan pembidaian ada peningkatan pengetahuan dengan mean nilai pretest adalah 62,38 dan mean nilai posttest adalah 95,24. Jadi ada peningkatan sebesar 32,86. Kader sebelum pelatihan yang tidak terampil menjadi terampil sebanyak 12 (57%) kader, sedangkan 4 (19%) kader masih belum terampil. Dibutuhkan pendampingan dari pihak puskesmas Kalasan agar kader remaja Parikesit dapat mengaplikasi ilmu yang telah didapatkan untuk pencegahan komplikasi akibat gangguan fraktur.
KATA KUNCI: Posyandu Remaja; Fraktur; Kader Remaja
ABSTRACT A fracture is a break in the continuity of the bone that can cause general symptoms such as pain or tenderness, swelling and deformity of the body. Fractures or fractures must be treated quickly, accurately and follow the implementation procedure. According to WHO 70% of traffic accidents are experienced by students or teenagers. Based on the National Health Survey reports, fracture cases in 2017 increased by 27.7% nationally. Accidents to the musculoskeletal system must be treated quickly and appropriately. Failure to do so will result in more severe injury and lead to bleeding. Other impacts can result in bone deformities, disability and even death. To prevent injury to the musculoskeletal system, splints are needed. A splint is an act of fixing or immobilizing the injured body part using a rigid or flexible object as a fixator. Splint dressing can be performed by all trained laypeople. One of the laypeople who are trained in school is a student who has received basic emergency education through extracurricular activities of the Palang Merah Remaja (PMR), and basic emergency education should not only be given to PMR members but also all students in schools or youth in the village environment. The community service carried out in Tamanmartani Village was attended by 21 Parikesit youth cadres. The method used is giving the material online on the first day and hands-on practice on the second day. There was an increase in knowledge of adolescent cadres before and after education on bandages and splints, with the mean pretest value being 62.38 and the posttest mean value being 95.24. So there is an increase of 32.86. There were 12 (57%) cadres before training who were unskilled, while 4 (19%) cadres were still unskilled. Assistance is needed from the Kalasan Public Health Center so that the Parikesit youth cadres can apply the knowledge obtained to prevent complications due to fracture disorders.
KEYWORDS: Posyandu Remaja; Fracture; Youth Cadre